Jakarta, CNBC Indonesia – Calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau Cak Imin berjanji mengembangkan wisata halal Indonesia jika terpilih dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029. Dia mengatakan akan menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata halal terbesar di dunia dan tak ada lagi wisata haram.
Hal itu dikatakan Cak Imin dalam sambutannya saat menghadiri haul Masyayikh Ke-21 di Ponpes Al-Yasini, Pasuruan, Jawa Timur. Cak Imin menyayangkan pariwisata Indonesia saat ini yang masih kalah dengan Malaysia.
“Misalnya wisata halal kita masak kalah sama Malaysia yang jumlahnya sedikit. Insyaallah AMIN menang Indonesia akan menjadi wisata halal terbesar di dunia,” katanya, Minggu (14/1/2023).
“Mboten wonten malih (tidak ada lagi) wisata haram, wisata yang berbagai hal yang menghambat kekuatan ekonomi umat Islam dunia. Belum lagi fashion fashion itu terbaik terbesar mestinya Indonesia, bukan Malaysia. Insyaallah AMIN memang Indonesia akan menjadi pusat budaya Islam terbesar terbanyak di dunia,” lanjutnya.
Menurut Ketua Umum PKB itu, potensi wisata halal di Indonesia bisa lebih berkembang. Sebab, kata dia, Indonesia merupakan negara dengan jumlah umat muslim terbanyak di dunia.
Cak Imin menuturkan, perihal pariwisata halal belum dikonsolidasi dengan maksimal saat ini. Dia menegaskan, bakal membenahi hal persoalan itu jika AMIN menang dalam Pilpres 2024.
“Sehingga lebih banyak wisata halal dari berbagai negara ke Malaysia dibandingkan ke Indonesia. Oleh karena itu, tugas AMIN kalau menang nanti kita akan membenahi wisata halal dengan potensi yang besar itu menjadi destinasi baru dunia di berbagai titik,” ucapnya.
“Masa ada kota kok malah jadi sumber makanan babi dan anjing di Jawa, itu ndak pas, itu ndak pas. Sehingga sulit berkembang menjadi ekonomi. Tugas kita semua Insya Allah destinasi tujuan wisata halal dunia terbesar adalah bangsa kita,” pungkasnya.
Pakar Strategi Pariwisata Indonesia Taufan Rahmadi menilai, pernyataan Cak Imin sangat berpotensi meresahkan masyarakat utamanya para insan pariwisata Indonesia.
“Wisata halal bukanlah bentuk islamisasi destinasi. Konsep wisata halal itu berkaitan dengan gaya hidup dan extended services yang diberikan kepada wisatawan, baik muslim ataupun non muslim yang memang menghendaki layanan halal pada saat berlibur di destinasi,” ujarnya.
Menurut Taufan, wisata halal sudah pasti tidak akan membunuh wisata konvensional yang sudah ada selama ini. Justru dengan konsep itu, pengelola destinasi dapat memberikan pilihan kepada wisatawan untuk memilih layanan berwisata sesuai kebutuhan. Misalnya jika wisatawan menghendaki layanan makanan-minuman halal ataupun non halal, mereka bisa memilih hotel dan restoran yang menyajikan jenis makanan tersebut.
Taufan menilai Cak Imin seharusnya tidak terjebak pemahaman sempit dan menyampaikan hal-hal yang melenceng dari konsep wisata halal yang sebenarnya. Contoh layanan halal itu antara lain, penyediaan perlengkapan sholat, memberikan penunjuk arah kiblat di kamar hotel, restoran yang menyajikan makanan halal, maupun kemudahan mengakses tempat ibadah.
“Sekali lagi, wisata Halal bukanlah islamisasi destinasi dan merupakan layanan pilihan. Penerapannya tidak bisa dan tidak boleh dipaksakan. Terlebih dalam konteks pariwisata Indonesia yang juga terbuka melayani aneka ragam kebutuhan wisatawan mancanegara, tentunya dalam batas-batas yang tidak melanggar hukum,” kata Taufan.
Klarifikasi Cak Imin
Setelah timbul polemik, Cak Imin mengklarifikasi pernyataannya tentang wisata halal dan haram. Dalam klarifikasinya, Cak Imin mengaku salah berbicara perihal itu.
Dia lantas menjelaskan maksudnya mengenai wisata halal. Wisata halal maksudnya, yaitu memberikan aksesibiltas yang lebih luas kepada wisatawan untuk mendapat pelayanan halal dalam berbagai destinasi di Tanah Air.
“Perlu saya jelaskan, bahwa yang saya sampaikan bahwa wisata halal itu tidak meniadakan yang sudah ada,” kata Cak Imin kepada wartawan, Minggu (14/1/2024).
“Wisata halal itu memberikan akses kepada wisatawan-wisatawan mancanegara dari negara-negara muslim untuk mendapatkan akses pelayanan halal, sehingga (mereka) tidak ragu-ragu di dalam destinasi-destinasi di Indonesia,” jelasnya.
Cak Imin mengatakan Indonesia memiliki destinasi wisata dengan potensi yang beraneka ragam. Dia menekankan bahwa wisata halal tentu menghormati lokalitas dan keunikan tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia.
“Misalnya Bali, Bali itu semua ingin menikmati, tapi berikan akses. Akses di mana (ada) pilihan-pilihan akses untuk menikmati kuliner halal, fashion muslim, kemudian menikmati fasilitas tempat ibadah yang gampang,” jelas Cak Imin.
Yang paling pokok, ujar Cak Imin, adalah akses yang memungkinkan para wisatawan muslim dari berbagai negara untuk mendapatkan pelayanan lebih mudah.
“Misalnya di Inggris saja, itu restaurant halal itu kelihatan. Di Inggris aja di mall-mall cari tempat solat gampang. Itulah yang disebut aksesibilitas,” ujar Cak Imin.
Lebih jauh Cak Imin menegaskan wisata Indonesia adalah destinasi yang menghargai pluralitas, dan kekhasan wilayah-wilayah wisata yang ada. Dia lantas mengoreksi pernyataan perihal ‘kuliner haram’ dan meluruskan maksudnya mengenai hal itu.
“Jadi bukan wisata syariah yang kemudian dipakai harus semuanya harus diseragamkan. Wisata halal, tidak meniadakan, dan tidak ada lawan kata halal atau haram,” tegasnya.
“Jadi adanya wisata halal, tidak ada wisata haram. Halal itu aksesibilitas untuk mendapatkan kuliner halal,” sambung Cak Imin. https://horeoraduwe.com/