Raksasa Manufaktur Eropa Sedang Sakit, Ekonomi Jerman Turun

Jakarta, CNBC Indonesia – Pelemahan ekonomi terjadi di Jerman, Senin (15/1/2024). Mahalnya energi, suku bunga yang tinggi, dan menurunnya permintaan luar negeri berdampak buruk pada raksasa ekspor Eropa tersebut.

Badan statistik federal, Destatis, mengatakan output mengalami kontraksi sebesar 0,3% tahun-ke-tahun (yoy). Negara itu juga kemungkinan akan mengalami penurunan output domestik bruto (PDB) sebesar 0,3% pada kuartal terakhir tahun ini.

Bank Sentral juga merevisi data kuartal ketiga (Q3) dari kontraksi 0,1% menjadi stagnasi. Ini berarti Jerman terhindar dari resesi teknis akhir tahun akibat pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Perlu diketahui, perekonomian Jerman menghadapi tantangan berat sejak perang Rusia di Ukraina yang menyebabkan inflasi, khususnya biaya energi, melonjak. Lonjakan harga ini berkontribusi terhadap penurunan tajam sektor manufaktur di Jerman yang haus energi sementara sektor konstruksi juga terkena dampaknya.

Meningkatnya persaingan dengan China, yang pernah menjadi tujuan utama barang-barang buatan Jerman juga manjado sebab lain. Belum lagi, kenaikan suku bunga zona eropa yang agresif untuk mengendalikan inflasi semakin menambah kesengsaraan Jerman.

Sebenarnya, lemahnya kinerja perekonomian sudah diperkirakan secara luas. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan bahwa Jerman akan menjadi satu-satunya negara maju yang tidak mengalami pertumbuhan pada tahun 2023.

“Meskipun terjadi penurunan harga baru-baru ini, harga-harga tetap tinggi di semua tahap proses perekonomian dan menghambat pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023,” kata salah satu pejabat Destatis Ruth Brand.

“Kondisi pembiayaan yang tidak menguntungkan karena kenaikan suku bunga dan melemahnya permintaan dalam dan luar negeri juga berdampak buruk,” katanya.

Pemulihan Moderat

Di sisi lain, pemulihan moderat diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024. Bank sentral Jerman Bundesbank baru-baru ini memperkirakan pertumbuhan sebesar 0,4%.

“Kami melihat adanya hikmah bagi perekonomian pada tahun 2024,” kata kepala Ekonom KfW Fritzi Koehler-Geib.

“Berkat pertumbuhan upah riil yang kuat, konsumsi swasta khususnya kemungkinan akan meningkat lagi. Bersamaan dengan pemulihan permintaan ekspor yang diharapkan, produk domestik bruto kemungkinan akan tumbuh,” tambahnya.

Namun ekonom bank ING Carsten Brzeski kurang optimis. Ia menunjuk pada ketidakpastian baru yang berasal dari gangguan anggaran pemerintah Jerman saat ini dan penundaan pengiriman di Terusan Suez akibat konflik di Timur Tengah.

“Ke depan, setidaknya pada bulan-bulan pertama tahun 2024, banyak hambatan pertumbuhan yang baru-baru ini masih terjadi dan, dalam beberapa kasus, akan memiliki dampak yang lebih kuat dibandingkan tahun 2023,” kata Brzeski.

Ia meramalkan bahwa PDB akan kembali menyusut pada tahun ini, yang merupakan pertama kalinya sejak awal tahun 2000-an Jerman mengalami resesi selama dua tahun. Meski begitu, bisa saja resesi itu merupakan resesi dangkal.

Kekhawatiran terhadap melambatnya ekspor dan kemerosotan sektor manufaktur, ditambah dengan kekurangan tenaga kerja terampil, mulai meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya “deindustrialisasi” di Jerman.

Pemerintahan Kanselir Olaf Scholz, yang popularitasnya merosot dalam jajak pendapat, berupaya mengatasi kekhawatiran tersebut dengan berjanji melakukan investasi besar-besaran dalam transisi menuju energi ramah lingkungan dan modernisasi infrastruktur.

Namun keputusan pengadilan yang mengejutkan pada akhir tahun lalu menghancurkan anggaran pemerintah hingga bernilai miliaran euro, sehingga mengubah rencana pengeluaran pemerintah dan membuat Scholz dan mitra koalisinya kesulitan mencari tabungan. Kemarahan atas usulan Berlin untuk memotong sejumlah subsidi pertanian mendorong para petani melakukan blokade traktor di seluruh negeri minggu lalu, yang berpuncak pada demonstrasi besar di Berlin Senin. https://selerapedas.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*